“DAKWAH DI TENGAH KERAGAMAN KOMUNIKASI ANTAR ETNIK, RAS, DAN BANGSA”
Keberagaman suku, agama, ras, dan
antar golongan dalam bhineka tunggal ika membuat ragam bentuk komunikasi yang
ada di Indonesia banyak di latar belakangi oleh budaya yang berbeda. Bangsa
Indonesia sendiri adalah bangsa yang sering disebut sebagai bangsa paling
majemuk di dunia. Di negara dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwaJ ini, berdiam tidak kurang dari 300 etnis dengan identitas kulturalnya masing - masing,
lebih dari 250 bahasa dipakai, beraneka adat istiadat yang di percayai. Orang
dengan suku berbeda dapat hidup rukun dengan suku lain yang berbeda etnik, ras,
dan bahasa.
Maka dari itu, tentu menjaga kerukunan tidak cukup
hanya memahami keanekaragaman yang ada di sekitar kita secara apatis dan pasif.
Memahami keanekaragaman seharusnya melibatkan sikap diri secara pluralis pula.
Sebuah sikap penuh empati, jujur dan adil menempatkan perbedaan pada tempatnya,
yaitu dengan menghomati, memahami dan mengakui eksistensi orang lain,
sebagaimana menghormati dan mengakui eksistensi diri sendiri.
Terkait dengan ini, beberapa hal berikut tampaknya
merupakan persoalan mendasar yang harus senantiasa diupayakan, jika Islam
diharapkan menjadi rahmah untuk seluruh alam. Ketiga hal itu adalah
penyiapan da'i yang arif sekaligus bersikap inklusif, memilih materi dakwah
yang menyejukkan, dan pemilihan media dakwah yang bisa di jangkau semua umat
Islam, Da'i yang arif dan inklusif adalah tugas setiap umat Islam untuk tidak
hanya melaksanakan ajaran agamanya, tetapi juga mendakwahkannya kepada diri
sendiri maupun orang lain di manapun dan kapanpun. Dakwah sebagai upaya
penyebaran ajaran Islam merupakan misi suci sebagai bentuk keimanan setiap
muslim akan kebenaran agama yang dianutnya.
Agar tujuan mulia seperti ini tercapai, maka hal - hal
berikut seyogyanya dimiliki oleh seorang da’i dalam melakukan dakwah pada
masyarakat plural. Pertama, menyadari heterogenitas masyarakat sasaran
dakwah (mad’u) yang dihadapinya. Keragaman mad’u sebagai sasaran dakwah
menuntut metode dan materi serta strategi dakwah yang beragam pula sesuai
kebutuhan mereka. Kedua, dakwah hendaknya dilakukan secara persuasif,
jauh dari sikap memaksa karena sikap yang demikian di samping kurang arif juga
akan berakibat pada keengganan orang mengikuti seruan sang da’i yang pada
akhirnya akan membuat misi suci dakwah menjadi gagal.
"Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu. Maka, silahkan (secara sukarela) siapa yang hendak beriman berimanlah
dan siapa yang ingkar silahkan“(Qs. AI-Kahfi (18):29)
Ketiga, memahami perbedaan dan menjauhi sikap
ekstremisme dalam bergama. Prinsip Islam dalam beragama adalah sikap jalan
tengah dan moderat. Sejumlah ayat Al-Qur'an dan Al-Hadits secara tegas
menganjurkan umat Islam untuk mengambil jalan tengah, menjauhi ekstrimisme, dan
menghindari pemaksaan dalam mendakwahkan agama, Model dakwah Islamiah akan
lebih bermakna (meaningfull) jika menerapkan ketiga strategi tersebut.
Refrensi
Abdullah, M. Amin, Dinamika Islam Kultural Pemetaan
Atas Wacana Islam Kontemporer, Bandung : Mizan, 2000J.
Coward, Harold, Pluralisme, Tantangan Agama-agama, ter.Yogyakarta
: Kanisius, 1989.
Effendi, Bachtiar, "Menyoal Pluralisme di
Indonesia" dalam Living Together in Plural
Societies Pengalaman Indonesia Inggris, ed. Raja Juli Antoni, Yogyakarta
: Pustaka Perjlajar, 2002.
Elmirzanah, Syafa'atun, et.al., Pluralisme, Konflik
dan Perdamaian Studi Bersama Ant ar
Iman, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Madjid, Nurcholis, et. al., Fiqih Lintas Agama,
Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis, Jakarta: Pararnadina, 2004.
Madjid, Nurcholis, Islam Agama Kemanusiaan:
Memhangun Tradisi dan Vlsi Baru Islam
di Indonesia, Jakarta: Pararnadina, 1995.
Komentar
Posting Komentar